Desentralisasi Urusan Pangan

Penyerahan kewenangan tentang urusan pangan kepada pemerintah daerah, kalau dilihat dari tujuannya untuk mendongkrak kedaulatan dan ketahanan pangan lokal memang sebuah rencana yang baik. Melihat pengalaman pada masa lalu dengan sentralisasi pangan yang kemudian dilakukan penyeragaman pangan (dari non beras menjadi beras),  banyak pangan lokal yang hilang. Jagung sebagai makanan utama orang madura atau sagu sebagai makanan utama orang maluku hanya tinggal sebuah cerita. Kenyataannya semua daerah di nusantara semua mengkonsumsi beras, sehingga ketergantungan terhadap beras sangat tinggi, meskipun daerah setempat tidak memproduksi beras. Dengan demikian ketahanan pangan lokal adalah sebuah utopia, sedangkan ketahanan pangan nasional adalah ketahanan pangan yang semu dengan banyaknya impor beras untuk memenuhi kebutuhan beras nasional. Kalaupun wacana desentralisasi pangan sekarang digulirkan karena pembelajaran dari sentralisasi yang terjadi di masa lalu, hal ini patut mendapatkan kajian yang lebih serius. Tujuan untuk mengembalikan pangan lokal dan juga kedaulatan pangan secara lokal patut diapresiasi, tetapi harus lebih dikaji dalam konteks sekarang.
Di beberapa daerah, seperti Kabupaten Bantul, kebijakan desentralisasi pangan ini efektif dijalankan pemerintah daerah. Bila dilihat lebih jauh, keberhasilan kebijakan kedaulatan pangan di Kabupaten Bantul ini karena Kabupaten ini merupakan produsen beras. Sehingga kalaupun ada kelebihan produksi beras, pemerintah daerah mampu untuk melakukan pembelian kelebihan produksi sehingga harga di pasaran tidak jatuh. Kemudian ketika stok pangan di daerah tidak mencukupi, maka pemerintah dapat menjual beras yang ada di gudang. Karena makanan utama warga Bantul adalah beras, maka dapat dengan mudah stock pemerintah diserap pasar. Kebijakan ini dapat berlaku efektif di daerah Bantul. Tetapi ketika kita kontraskan dengan Kabupaten Puncak Jaya, Papua, dahulu makanan utama penduduk adalah umbi-umbian. Tetapi karena kebijakan sentralisasi pangan masa lalu, makanan utama penduduk sudah beralih ke beras. Akibatnya masyarakat sudah terbiasa dan ketergantungan mengonsumsi beras. Padahal, daerah ini bukanlah produsen beras. Akibatnya apabila kebijakan desentralisasi pangan ini diterapkan, beban keuangan pemerintah daerah dalam urusan pangan ini sangatlah besar. Pemerintah daerah harus mampu menjamin terisinya perut penduduk berupa tersedianya beras. Padahal untuk mendapatkan beras, pemerintah daerah harus mendatangkan dari daerah lain. Dengan ini, Pemerintah Daerah terbebani dengan keuangan yang besar untuk urusan pangan ini. Beruntung apabila pemerintah daerah adalah pemerintah daerah yang memiliki kapasitas fiskal kuat, tetapi di daerah-daerah yang fiscal gap nya besar dan bahkan sebagian besar anggaran daerah terkuras untuk belanja pegawai, kebijakan desentralisasi pangan ini sangat memberatkan pemerintah daerah. Oleh karena itu, dalam konteks daerah-daerah “minus” ini, kebijakan desentralisasi pangan saya rasa tidak akan efektif.
Kemudian apabila melihat konteks pelaksanaan otonomi daerah dimana primordialisme, fenomena ego dan sentimen kedaerahan sangat menonjol dan nampak di berbagai daerah, kebijakan pemberian kewenangan yang terlalu besar pada daerah ini mengancam disintegrasi bangsa. Daerah-daerah yang surplus pangan, seakan-akan akan lebih membanggakan diri dan membuat ketergantungan kepada daerah lain yang “defisit” pangan. Bisa jadi untuk memenuhi kebutuhan pangan daerah, peluang asing untuk masuk ke pangan daerah sangat besar, karena dirasa impor lebih murah dibandingkan membeli dari daerah lain. Hal ini berarti menggadaikan “kedaulatan pangan” bangsa pada asing. Yang lebih parah lagi apabila kebijakan ini menjadi alibi pusat untuk lepas tanggung jawab dalam penyediaan pangan dengan dalih telah diserahkan pada daerah.
Poin yang saya angkat adalah kebijakan ini saya rasa tidak akan efektif untuk nasional dan mencapai tujuan kebijakan bila daerah dibebani urusan pangan secara keseluruhan. Tawaran saya, kebijakan urusan pangan boleh didesentralisasikan untuk menjamin pangan lokal, tetapi tidak secara keseluruhan. Pemerintah pusat harusnya masih memiliki kewajiban untuk memback up kedaulatan pangan dan juga menjamin tidak adanya ketimpangan pangan antar daerah. Kontrol atas pangan, tetap harus ada di pemerintah pusat, karena apabila dilihat dari kemampuan daerah saat ini, masih sangat jauh kemampuan daerah dalam menjamin ketahanan pangan lokal apabila semua urusan dan kewenangan pangan diserahkan pada daerah. Apalagi untuk daerah-daerah yang APBD nya defisit dan habis untuk belanja pegawai, untuk pembangunan saja sangat minim, apalagi untuk menyerahkan semua urusan pangan ke daerah. Lebih baik kalau desentralisasi pangan dibatasi dan masih ada sebagian urusan yang dipegang oleh pemerintah pusat.

            Implikasi terhadap penanggulangan kemiskinan lokal :
Sebenarnya apabila kebijakan desentralisasi pangan ini dapat berjalan efektif dan sesuai tujuan, maka akan berpengaruh terhadap kemiskinan di tingkat lokal. Kebijakan ini dapat menjadi salah satu instrumen untuk penanggulangan kemiskinan lokal. Berdasarkan data kemiskinan tahun 2011 dimana angka kemiskinan masih 30 jutaan orang dan 65% nya di pedesaan, tentunya kemiskinan di daerah juga masih besar. Kemiskinan di daerah sangat identik dengan petani kecil yang sangat rentan terhadap kebijakan pangan dan perubahan harga pangan. Apabila daerah mampu menjamin ketersediaan pangan bagi masyarakat, maka pangan tidak akan menjadi kendala bagi masyarakat, artinya beban masyarakat miskin akan terkurangi.
Kemudian apabila kebijakan penyangga pangan daerah seperti yang ada di Kabupaten Bantul yang saya ceritakan sebelumnya bisa berjalan, maka pendapatan petani kecil yang akibat supply berlebihan dan menjatuhkan harga pasar dapat diamankan sehingga kebijakan inipun akan menjadi instrumen yang efektif untuk penanggulangan kemiskinan. Hal ini sangat dimungkinkan mengingat sebagian besar kemiskinan di daerah didominasi oleh para petani kecil yang termarjinalkan dengan banyak kebijakan sentralisasi pangan masa lalu. 

        Pengaruhnya terhadap pasar pangan, ketahanan pangan dan kedaulatan pangan :
            Apabila kebijakan desentralisasi pangan ini efektif diterapkan, pasar pangan akan dapat dikendalikan sehingga tidak terlalu merugikan petani yang posisinya marginal, mengurangi spekulan pangan dan sebagai pengaman terhadap efek mekanisme pasar yang berpotensi merugikan beberapa pihak, terutama petani yang posisinya lemah baik sebagai produsen dan konsumen. Ketika panen raya atau supply berlebihan, kebijakan ini dapat mengamankan harga agar tidak terlalu jatuh karena kalau harga jatuh akan merugikan petani akibat tidak imbangnya hasil dengan biaya produksi, dan juga ketika paceklik, harga pangan dapat ditekan dengan dikeluarkannya stock untuk pemenuhan permintaan sehingga harga tidak terlalu tinggi sehingga tidak terjangkau masyarakat.
Hal ini dapat dilihat pada gambar. Berikutnya pasar pangan lokal juga akan makin bergairah ketika pemerintah daerah dengan kewenangan ini mampu mengembangkan diversifikasi pangan terutama ke arah pangan lokal, sehingga pangan lokal akan lebih berkembang.
Pengaruh apabila kebijakan ini efektif terhadap ketahanan pangan, di tingkat lokal kebijakan ini tentunya akan meningkatkan ketahanan pangan lokal. Dengan adanya penjaminan ketersediaan pangan di daerah dan diversifikasi pangan lokal, maka ketahanan pangan lokal akan terbentuk. Kemudian di tingkat nasional, apabila ketahanan pangan di lokal semua terbentuk, otomatis ketahanan pangan nasional juga terpenuhi. Hal ini tentunya dengan catatan bahwa kebijakan ini juga efektif untuk mengurangi ketimpangan ketersediaan pangan antar daerah.
            Sedangkan pengaruhnya terhadap kedaulatan pangan, apabila kebijakan ini efektif, maka pangan masing-masing daerah akan terjamin, ketahanan pangan masing-masing daerah akan kuat, sehingga ketahanan pangan nasional terbentuk. Kemudian dengan terbentuknya ketahanan pangan nasional ini, terbentuk pula kedaulatan pangan nasional, sehingga baik lokal maupun nasional berdaulat pangan sehingga tidak tergantung pada pihak lain, apalagi pihak asing untuk memenuhi kebutuhan pangan di negara kita, Indonesia.

No comments: