Review buku Agenda Keadilan dan Pemberdayaan Rakyat, Dialog Nasional tentang Kemiskinan Struktural

Judul              : Agenda Keadilan dan Pemberdayaan Rakyat, Dialog Nasional tentang
           Kemiskinan Struktural
Pengarang    : KIKIS dan AusAID
Tahun terbit : 2000

            Buku Agenda Keadilan dan Pemberdayaan Rakyat, Dialog Nasional tentang Kemiskinan Struktural ini adalah kumpulan hasil dialog-dialog yang diadakan oleh jaringan masyarakat sipil untuk merumuskan agenda anti kemiskinan yang dinilai tepat untuk menangani dimensi-dimensi struktural dari masalah kemiskinan. Dialog ini diadakan 7 kali dengan 6 tempat terpisah dari medan sampai mataram dan melibatkan aktifis, akademisi dan kelompok masyarakat dengan fokus pada komunitas-komunitas rentan kemiskinan, yaitu : komunitas petani sawah, petani lahan kering, buruh, nelayan, pengusaha kecil, miskin kota dan komunitas hutan.
            Dialog yang pertama diawali dengan redefinisi wacana kemiskinan yang akhir-akhir ini mengalami simplifikasi dengan reduksi kemiskinan hanya sekedar suatu instrumen yang dipakai untuk indikator kemiskinan, yaitu konsumsi beras atau pendapatan per kapita. Redefinisi wacana ini penting mengingat kebijakan kemiskinan tidak akan tepat sasaran selama makna kemiskinan sendiri masih kabur dan sesat. Dari diskusi mendapatkan simpul bahwa kemiskinan adalah tidak terpenuhinya kebutuhan dasar atau asasi manusia. Kebutuhan dasar dan asasi ini meliputi kebutuhan akan subsistensi (sandang, pangan, papan), afeksi, keamanan, identitas kultural, proteksi, kreasi, kebebasan, partisipasi, waktu luang. Kemiskinan yang terjadi di Indonesia adalah bentuk kemiskinan struktural atau buatan karena sebenarnya secara alamiah Indonesia memiliki cukup potensi dan sumberdaya untuk mengatasi kemiskinan. Ada lima pokok dimensi kemiskinan, yaitu : 1) faktor lingkungan fisik, menyangkut dimensi fisik yang menjadi latar belakang atau akibat proses kemiskinan, 2) hambatan kultural, yaitu unsur-unsur budaya seperti nilai, sikap, perilaku, budaya sebagai reaksi terhadap tekanan eksternal masyarakat miskin, 3) situasi kelembagaan yang memperjuangkan kepentingan kelompok kemiskinan, 4) dimensi kebijakan pemerintah, yaitu produk perundang-undangan dan keputusan pemerintah yang memiliki dampak langsung maupun tidak langsung pada proses pemiskinan dan program penanggulangan kemiskinan.
            Dari ketujuh fokus masyarakat rentan kemiskinan ditemukan ada beberapa hal yang penting dilakukan untuk penanggulangan kemiskinan, yaitu : 1) akses terhadap fasilitas yang tersedia diambil oleh kelompok elit yang tidak berhak. Sumber daya yang ada saat ini terdistorsi pendistribusiannya. 2) banyak UU yang tidak kompatibel dengan masyarakat miskin. UU tersebut sebaiknya direform dan dibentuk UU baru yang lebih akomodatif dan menjadi kekuatan hukum penanggulangan kemiskinan. 3) efektifitas program penanggulangan kemiskinan terjadi apabila ada perubahan attitude atau ada peningkatan di kualitas birokrasi. Dalam pembuatan peraturan, inclusifness harus diperhatikan untuk menjamin keterlibatan soceity dan stakeholders. Kemudian dibutuhkan keberpihakan yang ditunjukkan dengan alokasi anggaran dan pengakuan terhadap kaum miskin. 4) adanya proses redistribusi baik itu peluang usaha atau informasi tentang tanah, air, hutan modal dan termasuk anggaran. Jaminan keamanan dari persaingan tidak sehat, dan khusus untuk redistribusi tanah bisa dilakukan secara bertahap serta membutuhkan political will yang tinggi. 5) menyangkut gender dimana perempuan secara spesifik membutuhkan perhatian yang khusus dari semua pelaku perubahan.  

No comments: